Sahabatku
5:37:00 PMBismillahirrahmanirrahim
Memory in KKM at April 2008
“Tari...” itu nama yang selalu kusebut pada setiap teman akhwat di kampusku, setelah satu minggu KKM berlalu. Aku tersenyum, kini namanya telah tercatat dihatiku sebagai sahabatku..
Pertemuan itu bermula ketika kami berada dalam satu tim KKM pada tahun 2008 di sebuah desa sejuk, penuh kekeluargaan. Disanalah aku belajar makna kehidupan, bermasyarakat, berbagi dengan sesama, hingga memahami arti persahabatan yang sesungguhnya.
Sebelumnya aku tak begitu mengenalnya. Hingga akhirnya Allah dekatkan kami dalam skenario yang indah itu. Kami satu tim, tiga orang cewek (aku, Tari dan Septi) dan 3 orang cowok.
Dalam perjalanannya kami ditempatkan dalam 1 kamp berupa rumah sangat sederhana, dengan atap daun yang harus dibetulkan terlebih dahulu jika tidak ingin basah ketika hujan.
Sebuah pelajaran kehidupan yang sangat menyenangkan ketika harus tinggal di desa dengan rumah dan fasilitas minim seadanya. Dan itu sangat menggembirakanku yang memang sangat senang pada kehidupan desa.
Di hari2 pertama KKM dimulai, kami semua masih bersikap biasa selayaknya orang yang baru bertemu dalam kegiatan bersama. Namun ternyata seiring perjalanan waktu aku melakukan suatu kesalahan kecil dan ternyata itu berdampak besar dalam kehidupan dan kisah persahabatanku selanjutnya.
Di awal mula kegiatan KKM ini, sudah menjadi kewajaran bagi setiap tim membuat peraturan2 dalam kamp. Dan aku mengusulkan untuk bangun sebelum subuh, sholat dll.
Dan ternyata peraturan itu terlalu keras bagi Septi dan ia sangat tidak senang namun ia sama sekali tak berkata apa2. Ia hanya diam tapi kesal. Semenjak itu, entah mengapa ia sangat membenciku.
Di awal perjalanan, Tari yang berada pada posisi tengah lebih memilih untuk berada disamping Septi. Ia tak ingin kondisi semakin keruh. Itu salah satu kelebihannya, ia bisa tegas bersikap dan tau apa yang harus ia lakukan setiap menghadapi permasalahan yang terjadi disekitarnya.
Dan akhirnya aku lebih sering sendiri dalam setiap kegiatan, baik mengajar ataupun sekedar bersilaturahim ke rumah2 warga. Aku semakin jarang berada di kamp, aku lebih memilih untuk berkunjung ke rumah2 warga setiap habis pulang mengajar sekolah disana.
Hingga makan pun terkadang dirumah warga, karena aku merasa sangat asing berada dalam kamp itu, bahkan teman2 satu tim yang lain juga mulai berubah sikap padaku.
Aku hanya bisa beristighfar,,, “ya Allah apa salahku..” lirihku dalam hati.
Mereka tidak berkata2 apa2 tapi sikapnya sangat menyakitkan. Dan itu berlangsung hampir 2 minggu. Waktu yang cukup untuk membuatku tersadar bahwa ada sesuatu yang terjadi dibalik ini semua.
Hingga satu waktu aku berbicara dengan Tari, aku tanyakan padanya
“Tar,,, Anis ada salah ya, kok semua terasa berbeda, perlakuan mereka tak sewajarnya, tapi tidak ada yang mengatakan apa2?”.
”Hmm...” Ia tampak merenung sejenak sebelum melanjutkan.
“Iya nis... mungkin Anis memang pernah ada buat salah, tentang peraturan yang terlalu keras dll, tapi salah itu sekarang dibesar2kan bahkan untuk hal2 yang tak Anis lakukan”. Jawabnya pelan.
“Fitnah...” lirihku.
Saat itu barulah aku benar2 bisa memaknai ungkapan “ fitnah lebih kejam dari pembunuhan”. Dan ternyata itu memang sangat menyakitkan.
Semenjak saat ituTari lebih sering bersamaku.
Ia berujar “Selama ini Tari dekati Septi untuk menjaga perasaannya dan menengahi konflik yang ada, tapi ternyata ia semakin jauh melangkah dan Tari tak senang teman seperti itu”.
Aku terhenyak... Itulah kelebihan yang paling kusuka darinya, seperti apapun yang orang lain katakan tentang sesorang ia tak langsung mempercayainya. Ia gunakan hati nuraninya untuk melihat apa yang terjadi sebenarnya.
Dan bahkan ketika fitnah sudah semakin merebak, hanya Tari dan tiga orang temanku yang tak mempercayainya sama sekali, dan itu membuatku sangat terharu dan kukatakan mereka lah sahabatku.
Semenjak itu hubungan persahabatan kami semakin dekat. Kami selalu bersama, mengajar, bersilaturahim tempat warga, dll semua dilakukan bersama. Tari yang terus membelaku ketika fitnah itu terus datang merebak.
Hingga suatu waktu ia pernah berujar “ kalau Tari yang di begitukan Tari tak apa2, tapi kalau teman Tari sendiri yang digitukan Tari tak terima.. Biar Tari yang ngomong sama dia..” .
Lagi2 ketika itu aku hanya bisa terdiam,
ya Allah... “Dan pembelaan itu datang dari orang yang tak pernah aku kenal dekat sebelumnya” batinku.
Fitnah itu... aku tak tau apa2. Tapi dari Tari aku tau itu sangat menyakitkan. Ia tak pernah mau cerita apa yang sebenarnya.
Hingga akhirnya fitnah itu menyebar ke teman2 KKM bahkan ke tetangga terdekat disekitar kamp kami.
Pernah suatu waktu aku pulang dan menuju kamp. Di teras ada beberapa tetangga berkumpul. Begitu melihat kedatanganku mereka langsung bubar.
Aku baru menyadarinya ketika temanku berkata “Nyadar ga tadi pas kita datang tetangga di depan kamp langsung bubar”.
Aku terdiam “Ya Allah sakit sekali rasanya diperlakukan seperti ini..”
Seumur hidup, tak pernah aku dibenci orang seperti ini untuk kesalahan yang aku sendiri pun tak mengetahuinya.
Kian hari hati kami semakin dekat dalam kesusahan, inilah sahabat yang sesungguhnya. Ia ada dalam suka maupun duka.
Di akhir2 menjelang KKM usai, aku mengusulkan untuk mengumpulkan bantuan dari teman2 dikota untuk pembagian alat2 tulis buat anak2 tak mampu dan pembagian pakaian layak pakai untuk masyarakat sekitar.
Masih jelas dalam ingatan bagaimana kami harus bolak balik kota dengan perjalanan yang tak bisa dibilang mudah. Jalanan yang rusak, licin dikala hujan, hingga lubang dan berbatu. Kehujanan.. terjatuh, berlumpur, tertawa bersama ... dan kami bahagia.
Kelelahan itu pun terbayar tuntas di akhir perpisahan dengan anak2 dan warga sekitar. Perpisahan yang sangat mengharukan.
Aku ingat sebuah momen penting dalam kisah perjalan kami. Menjelang akhir KKM itu diadakan kegiatan perpisahan dengan warga. Diadakan pentas seni se-kecamatan.
Malam itu aku dan Tari datang bersama menuju tempat kegiatan berlangsung.
Bukan main rasanya, pedih... malam itu puncak pengucilan yang kurasakan. Bahkan Tari juga dikucilkan. Ketika kami semua naik panggung untuk puncak perpisahan hatiku terasa teriris-iris.
Entah apa yang Tari rasakan malam itu. Tapi yang kurasakan aku benci mereka, aku benci semua yang percaya pada fitnah itu. Kurasakan tatapan tajam, tatapan tak bersahabat menghunjam, menusuk hati.
Malam itu aku dan Tari pulang lebih awal ke kamp. Aku hanya bisa menangis. Akupun tidak terima ketika Tari dan satu lagi temanku yang akhirnya juga terkena imbas fitnah ini.
Malam itu adalah malam pertama aku benci pada Septi. Bahkan aku sangat sangat membencinya.
Tiba2 saja rasa sakit yang mendalam itu muncul, rasa yang tak bisa kutahan...
Selama perjalanan di KKM itu, hampir 40 hari bersama. Seperti apapun perlakuan yang Septi lakukan aku tak pernah sakit hati.
Setiap malam menjelang tidur aku berusaha melupakan apa yang terjadi, seperti apapun rasa sakit yang kualami disiang hari itu. keesokan harinya aku sudah tak lagi mengingatnya sama sekali. Alhamdulillah,,,
Dan itu terus berlangsung hingga malam ini. Akhirnya puncak rasa itu muncul juga. Ya Allah aku sangat membencinya.
Ketika pulang, aku langsung bergegas masuk kamar. Menangis, menahan rasa perih dihati.
Tari datang menghampiri, dengan lembut ia berujar “ Nis.. Anis sabar ya,,,”
“ Tar.. apa sih fitnah yang udah dibuatnya sampe begini jadinya, Anis salah apa?” Jawabku kesal, pikiranku galau bercampur aduk.
“ Udah Anis lupakan jak, Tari tak mau Anis sedih kalau Tari ceritakan.” Jawabnya berusaha menenangkan.
Akhirnya malam itu aku tidur dengan berurai air mata. Bahkan aku pun tak mau beranjak ketika Tari ajak ke sungai untuk sikat gigi dan cuci muka seperti yang kami lakukan setiap malam sebelum tidur.
Malam itu aku tak ingin melakukan itu semua. Hatiku terlalu sakit untuk bisa melakukan hal remeh-temeh begitu.
Akhirnya aku terlelap dalam tidur yang sangat tidak nyaman. Tanpa kusadari Tari yang berada disampingku sangat merasakan apa yang kurasakan. Ia terus memperhatikan aku yang resah hingga akhirnya ia pun terlelap.
Menjelang jam 1 malam aku terbangun, dengan hati yang masih biru aku baru tersadar bahwa aku belum membersihkan muka dan sikat gigi.
Ku beranjak dan kubangunkan Tari. Ia hanya diam melihat mataku yang masih sembab.
Kami pun beriringan menuju sungai depan kamp. Berjalan diam dalam keheningan malam. Aku yakin ia masih ingin membiarkanku menenangkan perasaanku yang masih galau.
Hingga akhirnya kami sudah berada ditepian sungai. Dalam tafakur alam... Suasana sudah mulai sedikit mencair.
Dan bermula-lah kejadian indah itu..
Ketika aku sedang mencuci muka, Tari menyenter2 sungai.
Masih teringat oleh ku dia berujar” Nis... di sungai nya banyak bintang ya..”
Kemudian ia alihkan cahaya senter itu ke langit. Dan langit tak berbintang. Kosong. Heran. Ia bolak balik arah senter dari sungai ke langit. Berulang.
Hingga akhirnya tiba2 ia berteriak takjub “ Nis lihat langitnya... lihat langitnya.”
Kuarahkan padangan ke langit di ufuk selatan.
Allahu Akbar,,, kami menyaksikan tulisan itu, tulisan Maha Agung. Sebuah tulisan yang tak akan pernah kami lupakan seumur hidup kami. Tampak jelaslah tulisan itu tersusun dalam rangkaian bintang-bintang. Terang benderang,,, mengukir langit
Lafaz.......... "ALLAH"
Kami menangis bersama,,, ya Allah bergetar rasa hati kami. Selang waktu tiada berapa lama, dalam sekejap mata tulisan itu berubah :
"MUHAMMAD"
Allahu Akbar... kami tak tau apa yang harus dikata. Hanya getaran tasbih dibibir dan tangisan itu yang mewakili puji-pujian untuk kebesaran Nya.
Betapa kami menyadari kekerdilan hati kami dan Allah Maha Besar.
Hening...
Hingga akhirnya Tari memecah kesunyian
“ Anis tau apa artinya?”
Aku hanya menggeleng.
Ia melanjutkan “ Itu artinya Allah bersama kita, kita berada pada posisi yang benar”
Kami berangkulan, menangis bersama..
Ya Allah... “Inilah sahabatku yang sesungguhnya” lirihku dalam hati
Sontak saat itu juga hilang rasa gundah gulana. Hilang tak berbekas rasa kebencian yang sempat tertanam di dalam dada.
"Septi,,, dan aku telah memaafkannya...
***
Ya Allah betapa Engkau Maha Besar, Maha Membolak-balikkan hati hambaNya.
Hingga malam ini Engkau memberi hadiah teristimewa atas ujian yang Engkau berikan kepada kami.
Ya Allah Engkau Maha Tau bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam naungan cintaMu
Bertemu dalam ketaatan, bersatu dalam perjuangan, menegakkan syariat dalam kehidupan
Ya Allah kuatkanlah ikatannya... kekalkanlah cintanya
Tunjukilah jalannya dan penuhilah ia dengan cahaya Mu yang tidak pernah padam.
Ya Allah bimbinglah kami...
Saudaraku betapa aku sangat mencintaimu karena Allah...
Semoga Allah mempertemukan kita di Surga Nya kelak sebagai orang2 yang saling mencintai karena Nya.
“Rasulullah Saw. Bersabda: “Sesungguhnya di sekitar arasy Allah ada mimbar-mimbar dari cahaya. Di atasnya ada kaum yang berpakaian cahaya. Wajah-wajah mereka bercahaya. Mereka bukanlah para nabi dan bukan juga para syuhada. Dan para nabi dan syuhada cemburu pada mereka karena kedudukan mereka di sisi Allah.” Para sahabat bertanya, “Beritahukanlah sifat mereka wahai Rasulallah. Maka Rasul bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, bersaudara karena Allah, dan saling mengunjungi karena Allah.”
Wallahu’alam bishshawab
21:47
Bogor, 7 November 2011
Merry Asha
0 comments